Pernyataan Sikap
Wajah RI kembali dicoreng oleh milisi Timor Timur pro integrasi
Penyerbuan ribuan milisi pro integrasi terhadap kantor PBB (UNHCR) di Atambua pada hari Rabu kemarin
seperti yang diberitakan media massa kembali mencoreng muka RI dalam pergaulan antar bangsa. Tindakan
biadab itu patut dikutuk oleh semua orang yang berakal sehat.
Pemerintah harus menindak tegas para perusuh itu. Martabat dan nama baik bangsa sangat dijatuhkan oleh
kasus Timor Timur. Aneksasi Timor Timur oleh Indonesia tahun 1975 melalui pendudukan militer oleh ABRI
adalah keputusan politik yang konyol dari Pemerintah Orde Baru Suharto. Selama 24 tahun pendudukan itu
seluruh rakyat Indonesia dibohongi dengan indoktrinasi bahwa rakyat Timor Timur dengan sukarela
menggabungkan diri ke Indonesia. Dan selama 24 tahun itu pula Timor Timur telah menjadi beban ekonomi
yang tidak ringan bagi Indonesia.
Ketetapan hati rakyat Timor Timur untuk merdeka, lepas dari Indonesia seperti didemonstrasikan pada
jajak pendapat 30 Agustus 1999 merupakan bukti nyata bahwa rakyat Timor Timur merasa tidak sejahtera
di bawah Pemerintah Indonesia.
Pemerintah Indonesia, terutama TNI dan Polri seharusnya menerima kenyataan ini dengan dada yang lapang
dan kepala dingin karena sesungguhnya lepasnya Timor Timur dari Indonesia juga berarti berkurangnya
beban ekonomi, politik dan militer Indonesia di Timor Timur. Sayangnya tidak ada ketulusan dari pihak
TNI dalam urusan yang satu ini sehingga Timor Timur dibumi-hangus setelah gagal dipertahankan sebagai
wilayah RI. Semua orang yang berakal sehat sangat mahfum bahwa yang disebut milisi pro integrasi itu
sesungguhnya merupakan kelompok-kelompok masyarakat yang diorganisir, diberi latihan militer, dibiayai
dan di back-up oleh TNI dan Polri. Ada dugaan kuat bahwa pembiayaan itu dilakukan dengan uang asli
maupun uang palsu.
Pengungsian besar-besaran menyusul pembumihangusan Timor Timur sebagian besar merupakan pengungsian
paksaan. Rakyat Timor Timur dipaksa melalui tekanan para milisi untuk meninggalkan Timor Timur untuk
membuktikan kepada dunia internasional bahwa rakyat Timor Timur enggan merdeka sehingga mereka
memutuskan untuk mengungsi ke Indonesia. Terlalu picik memang pemikiran yang demikian itu, namun
itulah yang terjadi. Akibatnya? Indonesia kembali terbeban untuk mengurusi pengungsi. Upaya pemulangan
pengungsi ke Timor Timur mengalami hambatan bukan saja menyangkut jaminan hidup mereka di Tanahairnya
melainkan juga karena ancaman-ancaman milisi pro Indonesia.
Tidak berdayanya Pemerintah menangani dan memulangkan para pengungsi atau memindahkan mereka yang memang ingin tetap menjadi orang Indonesia ke daerah lain adalah karena ketidaktulusan TNI untuk mendukung kebijakan Pemerintah Hal ini nampak jelas dari kenyataan bahwa milisi-milisi itu tetap memiliki senjata. Tindak kejahatan mereka di Timor Barat dibiarkan.
Penyelesaian masalah pengungsi Timor Timur hanya mungkin bila TNI dengan tulus mematuhi kebijakan Pemerintah dan bertindak tegas terhadap pengungsi-pengungsi yang melakukan tindakan-tindakan kriminal dan mempermalukan bangsa Indonesia.
Atas dasar hak apakah pengungsi-pengungsi itu mengusir lembaga-lembaga pelayanan kemanusiaan termasuk lembaga-lembaga PBB dari Atambua atau Kupang yang adalah wilayah RI? Dan masuk akal sehatkah bahwa aparat kemanan Republik Indonesia tidak mampu menjaga keamanan badan-badan internasional yang secara resmi berfungsi di Negeri ini? Serangan milisi ke kantor UNHCR di Atambua itu bukanlah hal yang tidak terduga. Bukankah ancaman itu sudah ada sebelumnya? Kurang masuk akal bila dikatakan ada konspirasi asing yang ingin menjatuhkan nama RI dengan merekayasa penyerbuan itu. Terbunuhnya salah seorang komandan milisi pro integrasi (Olivio Moruk?) yang dianggap sebagai kasus yang turut memicu penyerbuan milisi itu patut dipertanyakan. Jakarta Post mengutip Pangdam Udayana Mayjen Kiki Syahnakri, mengatakan bahwa Moruk terbunuh dalam suatu pertengkaran dengan penduduk setempat mengenai perjudian. Terbunuhnya Moruk ini pun "kebetulan" terjadi setelah namanya tercantum sebagai salah satu tersangka kasus Timtim pasca jajak pendapat. Lalu apa urusannya dengan penyerbuan terhadap kantor UNHCR?
Terlepas dari segala hiruk pikuk pemikiran dan analisis yang berkembang, KAP T/N dengan ini menyatakan:
1. Belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas terbunuhnya anggota-anggota staf UNHCR di Atambua kemarin.
2. Mengutuk keras penyerbuan milisi Timor Timur pro integrasi terhadap kantor UNHCR di Atambua itu.
3. Menuntut kepada Kapolri untuk menindak tegas para pelaku penyerbuan, siapapun mereka. Hukum harus ditegakkan.
4. Menuntut kepada Panglima TNI untuk mengakhiri dukungan kepada milisi-milisi Timor Timur di daerah perbatasan. Milisi-milisi ini tidak mungkin bergerak tanpa dukungan moril dan logistik.
5. Menuntut kepada Pemerintah untuk segera menuntaskan urusan pengungsi-pengungsi Timor Timur yang ada di NTT. Pulangkan mereka ke Timor Timur atau pindahkan mereka ke daerah-daerah lain kalau mereka memang ingin menjadi warga negara Indonesia yang baik.
6. Menuntut kepada Jaksa Agung untuk mempercepat proses hukum terhadap penjahat-penjahat kemanusiaan dan pelanggar hak asasi manusia di Timor Timur pasca jajak pendapat, sehingga martabat dan nama bangsa kita boleh sedikit terangkat di mata pergaulan internasional. Jangan loloskan para penanggungjawab utama kasus Timtim. Bukankah pencopotan Jenderal Wiranto sebagai Menko Polkam ada kaitannya dengan kasus Timtim? Hargailah kerja keras KPP HAM Timtim.
7. Menuntut kepada Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengakhiri tindakan-tindakan kekerasan dan penghilangan nyawa yang masih terjadi di berbagai bagian negeri ini (Maluku, Aceh, Papua Barat dll). Pulihkanlah wajah Indonesia sebagai bangsa beradab.
Jakarta, 7 September 2000
Gustaf Dupe
Koordinator KAP T/N
|