DIAMBIL DARI BERBAGAI SUMBER
KRONOLOGI KERUSUHAN ATAMBUA
6 SEPTEMBER 2000
Atambua, Rabu, 6 September 2000.
Telah terjadi kerusuhan hebat sehingga membawa korban harta maupun nyawa,
kronologis kejadian tersebut adalah sebagai berikut.
I. Kasus Belli.
Pada hari Selasa, 22 Augustus 2000, persis pada hari pasar di Pasar
Webramata, Malaka Barat, terjadi aksi pembajakan yang dilakukan oleh Alosius
Bere (warga penduduk setempat) terhadap Dominggus Fahik (Sopir Angkutan
Pedesaan "Seroja"). Korban yang dibajak ini juga dipukul oleh Alosius Bere.
Menyadari akan kejadian yang menimpa dirinya, Dominggus Fahik melapor kepada
majikannya. Majikan mobiol angkutan yang bernama Aguido Manek adalah seorang
anggota milisi Laksaur yang berasal dari Suai Kab. Kovalima, TT dengan
status Wadanyon. Mendengar berita yang menimpa sopir tersebut, Aguido
bersama konco-konconya berniat melakukan pencarian terhadap pelaku.
Pada hari Selasa 29 Augustus 2000, ketika pasar Webremata kembali di gelar
(seminggu sekali), rombongan Aguido Manek melakukan pencarian terhadap
pelaku pembajakan sopirnya, tapi sayang pada hari pasar kali ini pelaku
tidak dapat ditemukan.
Pada Hari Selasa 5 September 2000, saat pasar kembali digelar, rombongan
Aguido Manek kembali lagi mencari pelaku. Kali ini yang memimpin rombongan
adalah Olivio Mendosa Moruk, saudara kandung Aguido, sekaligus mantan Danyon
Laksaur Suai. Dalam pencarian kali ini, pelaku berhasil ditemukan. Alosius
Berek yang dipandang sebagai pelaku ditangkap saat sedang bermain kuru-kuru.
Alosius Bereka ditangkap dan diikat, kemudian dihajar sampai babak belur
lalu dibawah ke Pos Polisi Wanibesak. Ketika sampai di Pos Polisi Wanibesak,
Olivio masih memukul Alosius Berek.
Di Pos Polisi Wanibesak, urusan antara Olivio Mendousa Moruk dan Alosius
Berek berakhir dengan saling damai. Namun karena menjaga situasi, pihak
Polisi masih menahan Olisius Berek di Polsek Besikama. Mengingat telah
selesai segala urusan, Olivio dan kawan-kawannya pulang ke rumah. Akan
tetapi ketka Olivio dan Alosius Berek berurusan dengan polisi di Pos Polisi
Wanibesak, tersiar berita dikalangan masyarakat Wanibesak bahwa Olivio
menculik Alosius Berek. Berita semakin santer, sehingga terjadi konsentrasi
massa untuk menghadang Olivio setelah dia kembali. Saat rombongan Olivio ini
kembali dari Kantor Polisi menuju rumahnya di Kampung Larang persisnya di
dusun Laklo, desa Umalortoos, Kec. Malaka Barat, Olivio di cegat massa yang
sudah menantinya. Dipoerkirakan jumlah massa sebanyak 10 orang. Dalam
peristiwa ini terjadilah perkelahian hebat yang berbuntut tewasnya Olivio
Mendosa Moruk (45). Sebelum Olivio meninggal, dia masih sempat menembak mati
salah satu lawannya yang bernama Jonisius Letto dengan menggunakan senjata
api genggam laras pendek jenis FN 45 buatan USA dengan nomor seri 1035984.
Menyaksikan keadaan yang menimpa Olivio dan kawan-0kawannya, maka salah
seorang dari rombongan Olivio melarikan diri ke Camp dan melaporkan pada
saudara Olivio yakni Aguido Manek. Mendengar laporan tersebut, Aguido
langsung mengumpulkan para pendukungnya dan mendatangi TKP. Ketika sampai di
TKP, massa yang terlibat dalam perkelahian dengan Olivio CS telah
menghilang. Melihat kondisi demikian, maka terjadilah penyerangan hebat
terhadap perkampungan dan para warga dusun Laklo, desa Umalortoos. Dalam
penyerangan itu, ada 77 unit rumah hancur terbakar, 13 orang tewas,
diantaranya para ibu hamil, anak-anak dan para jompo yang tidak bisa lagi
berjalan. Serta segala jenis hewan yang ditemui dibunuh dengan keji. Dari
korban yang tewas, empat orang korban ditemukan paling awal yang diketahui
identitasnya yakni: Lorensius Tae (28), Ambei Mouk Leki (60) Johny Nahak
(26) dan Sesan (5). Selain itu terdapat juga dua orang luka-luka yang
bernama Thomas Leki dan Theresia Soim.
Kebencian terhadap pelaku pembunuhan Olivio kian mendalam dikalangan
pengungsi, maka mereka menyepakati, besoknya Rabu, 6/9-2000 untuk menggelar
aksi keprihatinan sambil mengusung mayat Olivio di Atambua.
II. Kisah Tragis di Atambua.
Massa perusuh yang sedang dilanda emosi mendalam dari Malak Barat melakukan
konvoi dengan menggunakan 6 truk, 13 buah kendaraan roda 4 dan 37 buah
kendaraan roda 2 menuju Atambua. Massa yang membludak tersebut, masuk ke
Kota Atambua sekitar pukul 12.00 waktu setempat. Semula tujuan aksi para
pengungsi dari Malaka Barat ini yakni menggelar tenda keprihatinan di depan
Kantor DPRD TK II Belu atas tewasnya Olivio Mendosa Moruk. Namun ketika
sampai di simpang lima Atambua konvoi massa berubah gerakan yakni tidak saja
ke Kantor DPRD TK II Belu, tetapi juga ke Kantor UNHCR perwakilan Atambua
yang terletak di Jl. Gatot Subroto.
Tentang adanya perubahan gerakan ini, ada dua pendapat yang berbeda yang
berkembang. Pertama, ketika massa sampai di Simpang Lima, massa tiba-tiba
terpecah menjadi dua, sebagian yang mengusung mayat Olivio langsung menuju
kantor DPRD II Belu dan yang lainnya bergerak menyerang kantor UNHCR.
Pendapat kedua, sejak semua, hingga di depan kantor DPRD, massa tetap
bersama-sama, tetapi entah kenapa, massa yang berada dibarisan belakang
tiba-tiba memisahkan diri untuk menyerang kantor UNHCR.
1. Tragedi Di Kantor UNHCR.
Massa yang bergerak menuju kantor UNHCR, sambil terus melakukan penembakan
secara membabi buta, melempar kantor dan meyerang staf yang ada didalam
kator. Dalam waktu sekejab, massa menguasai kantor dan mengeluarkan
pasilitas seperti komputer, peralatan komunikasi dan berangkas arsip. Usai
menghancurkan segala barang, barulah kantor dibakar. Dalam aksi ini terdap
empat orang yang meninggal dunia dan dua buah mobil dihancurkan, satu
bdiantaranya dibakar.
Keempat orang yang tewas adalah sebagai berikut:
* Seorang Satpam, dia meninggal karena terbakar diatas loteng kantor,
jasadnya baru dutemukan pada malam harinya ketika ada petugas keamanan yang
menggeledah kantor yang telah dirusak massa.
* Pero Simundza (30) warga negara Kroasia, beragama Kristen. Dia bekerja
sebagai Telkom Officer. Pero dibunuh saat sedang memonitor radio, menurut
salah seorang staff UNHCR di Kupang. Sebelum meninggal, Pero masih sempat
berteriak tiga kali. Teriakan Pero sempat ditangkap lewat radio di Kupang.
Kondisi fisik Pero setelah meninggal, yakni kepala dan tangan terpotong.
* Carlos Cireces (32), warga negara Puerto Rico, yang beragama Kristen dan
kerjanya sebagai Protection Officier.
* Samson Aregahegn (50), warga negara Ethopia, yang beragama Kristen dan
kerjanya merpakan Supplay Logistic Officier. Menurut saksi mata, dia saat
diserang sempat mengangkat tangan tanda menyerah. Namun sikapnya tidak
digubris massa. Massa menusuk, mnendang dan melemparnya hingga tewas.
Ketiga staf UNHCR yang sudah meninggal ini, kemudian diseret ke depan
trotoar, lalu dibakar setelah disirami bensin. Jasad ketiga staf yang masih
tersisa, kemudian dibawah oleh petugas keamanan ke RSUD Atambua untuk
Otopsi.
2. Saksi di Kantor IOM
Dari kantor UNHCR, massa memburu staff IOM di Kantor IOM yang terletak
dikawasan pertokoan. Di Kantor tersebut, massa berhasil merusak mobil IOM
yang sedang diparkir di depan Kantor, sedangkan staf IOM telah menyelamatkan
diri.
3. Saksi di Hotel Intan.
Massa yang semakin ganas dan brutal tetap memburu staf Internasional yang
diketahui menginap di Hotel Intan. Di Hotel tersebut, massa menyerang
seorang turis berkebangsaan Brazillia yang bernama Margaretha dan dua staf
lokal. Kedua staf lokal itu, seorang bernama Tony (28) yang berasal dari
Surabaya dan merupakan staf UNHCR dan seorang lainnya adalah Dewi Frida dan
bekerja sebagai staf UNICEF. Ketiga korban ini mengalami luka-luka.
4. Aksi di Hotel Nusantara I dan II.
Massa terus bergerak mengejar staf Internasional. Dari Hotel Intan mereka
menuju Hotel Nusantara yang terletak di Pasar Baru. Di Hotel Nusantara
tersebut massa merusak sebuah mobil milik ICRC. Belum diketahui secara
pasti apakah ada korban jiwa atau tidak.
Setelah selesai nmelakukan aksina, massaapun kembali ke Betun Besikama untuk
selanjudnya mempersiapkan penguburan Olivio Mendousa Moruk besok harinya,
7/9-2000.
Menyangkut kerusuhan di Atambua ada beberapa versi yang menilai kerugian
secara materi.
a. Versi Kapolda NTT, Brigjen Pol. John Lalo.
Ada 5 buah mobil yang dirusak massa selain yang dibakar. Kelima mobil itu
yakni: sebuah mobil milik UNHCR dan tiga buah mobil milik IOM. Dan yang yang
dua lainnya milik IOM juga tapi tidak diketahui lokasi kejadiaannya.
b. Versi Koran Surya Timor.
Dalam kerusuhan tersebut, terdapat dua buah sepeda motor yang dirusak massa,
satu bernomor Polisi DH 3023 AE dan yang satunya motor trael.
----------
MILISI ANCAM PMI
Palang Merah Indonesia (PMI) takut untuk mendistribusikan makanan di
kam pengungsian Timor Barat. Pasalnya, milisi selalu mengancam stafnya.
"Milisi menganggu kami terus ketika orang-orang kami berada di lapangan.
Sehingga kami tak bisa mengambil resiko," ujar Petrus Ribero, Kepala PMI
Kupang, dalam wawancaranya dengan Radio BBC.
Petrus menambahkan saat ini masih tersisa 120.000 pengungsi di Timor
Barat dan pihaknya hanya mempunyai persediaan makanan hingga akhir bulan
ini. "Hingga kini kami tak memberikan tambahan suplai makanan kepada
pengungsi karena kami tidak bisa pergi ke kam pengungsian," tandasnya.
Sementara itu di Jakarta, mantan menteri pertananan Juwono Sudarsono
menuduh kelompok Soeharto membiayai operasi milisi di Timor Barat. "Kami
sedang menegur sisa-sisa kekuatan Soeharto dan kroninya yang mungkin
membiayai para elemen bandit di dalam tubuh milisi dan militer," tandas guru
besar UI ini kepada The Australian edisi hari ini.
Namun Juwono mengingatkan bahwa akar permasalahan sebenarnya adalah
bagaimana rakyat Timor yang kini berada di kam pengungsian kembali ke
kampung halamannya dan memberi pekerjaan serta kewarganegaraan kepada
mereka. "Kami membutuhkan komitmen internasional dari PBB dan negara lain
untuk mencapai solusi yang komprehensif bagi permasalahan ini," demikian
Juwono.
|