Home H o m eAktivitasPernyataanContact Us Intel(R)

E n g l i s h


H o m e
Organisasi
Kegiatan
Tujuan
Kontak
Activities
Album Fotos
B e r i t a
C a d a n g a n
Aneka - Ragam
Statements
Pernyataan 01
Pernyataan 02
Pernyataan 03
Pernyataan 04
Pernyataan 05
eMail

Pakorba
P a k o r b a

Refleksi orang bingung

Budak Zaman Raja-raja

Pada zaman raja-raja budak adalah manusia yang tidak diperlakukan sebagai manusia. Budak-budak adalah makhluk hidup yang hak hidupnya pun ditentukan sepenuhnya oleh tuannya. Harkat manusia dari budak hanya ada dalam komunitas budak itu sendiri. Di luar ko munitas itu maka hidup dan matinya budak ditentukan oleh tuan budak, entah itu tuan tanah, bangsawan atau raja. Budak tidak memiliki hak, yang asasi sekalipun. Yang mereka miliki hanyalah kewajiban, kewajiban untuk patuh pada tuannya, untuk menuruti kehen dak tuannya, untuk melindungi tuannya. Patuh tanpa reserve. Nyawa pun wajib dikorbankan, demi tuannya. Misalnya, menurut hikayat dari zaman raja-raja Sumba, budak-budak yang setia dan berkenan di hati papa raja akan ikut dikuburkan bila papa rajanya wafat dan dimakamkan.

Kesetiaan adalah nilai moral yang sangat mulia. Artinya kesetiaan pada hal-hal dan perbuatan-perbuatan yang baik, kesetiaan pada nilai-nilai yang wajar menurut norma-norma moral dan hukum masyarakat beradab.

Di era Bung Karno seluruh rakyat Indonesia menyatakan setia pada perjuangan revolusi dan Pemimpin Besar Revolusi tanpa reserve. Artinya rakyat dengan sadar menyatakan setia dan mendukung Pemimpin Besar Revolusinya dalam kebijakan-kebijakan (politik) untuk menuntaskan revolusi yang akan mengantar bangsa Indonesia menuju zaman adil makmur sejahtera dan sentosa. Kesetiaan rakyat pada pemimpinnya itu adalah demi memimpin bangsa menuju cita-cita revolusi yaitu masyarakat demokratis yang penuh keadilan, kemakmu ran, kesejahteraan dan kesentosaan SELURUH rakyat Indonesia.

Sekarang kita berada di era transisi menuju reformasi untuk mengembalikan bangsa ini pada rel perjuangan menggapai cita-cita revolusi 1945 yaitu masyarakat adil makmur yang sejahtera dan sentosa. Di era ini Presiden RI yang diangkat oleh MPR secara konsti tusional adalah KH. Abdurrahman "Gus Dur" Wahid. Salah satu tugas pokok Pemerintahan era transisi di bawah Presiden Gus Dur, menurut hemat kita, adalah menyembuhkan luka sejarah yang sangat parah yang diciptakan oleh rezim otoriter Orde Baru Suharto yang menguasai negeri ini selama 32 tahun. Luka sejarah itu boroknya merasuk ke segala sendi kehidupan: politik, ekonomi, sosial budaya, bahkan moral dan keimanan. Borok pada sendi-sendi moral dan keimanan inilah yang paling merusak nurani dan rasa keadilan se rta peri kemanusiaan kita. Sulit dan beratnya pengobatan luka-luka dan borok politik dan ekonomi, menurut hemat kita, adalah disebabkan oleh parahnya kebobrokan pada sendi-sendi moral dan keimanan bangsa, terutama moralitas dan keimanan sebagian masyarakat yang ditokohkan dan diharapkan menjadi pautan.

Mirip dengan tingkah laku penguasa rezim otoriter orde baru yang melanggengkan budaya kekuasaan zaman raja-raja, kelompok-kelompok atau orang-orang yang ditokohkan atau yang menokohkan diri dan diharapkan menjadi panutan di era transisi menuju reformasi i ni pun melakukan hal yang sama. Qua zaman, budaya demikian itu (budaya pembudakan) sudah tidak cocok lagi, sudah out of date. Zamannya sudah lain sama sekali. Roh zaman sudah berubah. Akan tetapi karena mentalitas budak itu menguntungkan orang-orang yang bermental zaman raja-raja maka hal itu mereka pertahankan by all means. Pembudakan dengan uang sebagai alatnya ternyata jitu dan ampuh. Kok bisa? ya bisa saja. Karena kebobrokan mental spiritual dan ekonomi maka budaya pembudakan demi kekuasaan dan kekuat an politik masih bisa dipraktekkan di zaman yang sudah berubah ini, antara lain melalui sarana uang, uang palsu sekalipun. Kita tidak perlu bertanya mengenai penarikan dari peredaran uang-uang seri Rp 500.000,- gambar Suharto, Rp 20.000,- dan Rp 10.000,- belum lama ini.

Hari-hari ini bukan saja rakyat Indonesia melainkan juga masyarakat dunia mengikuti dengan penuh perhatian proses hukum yang sedang berlangsung atas mantan diktator Suharto dan keluarga serta kroninya. Bob Hasan, konglomerat paling dipercaya Suharto, Maya Ari Sigit, istri cucu Suharto, Hutomo"Tomy" Suharto, putra kesayangan sang diktator dan Suharto sendiri. Penyimpangan hukum dan penipuan-penipuan prosedur pemeriksaan sebenarnya hanya mempermalukan bangsa ini. Namun kenyataannya hampir seluruh sistem, mekanisme dan personalia hukum saat ini adalah sistem, mekanisme dan personalia Orde Baru. Inilah salah satu sebab utama dari kelambanan proses hukum terhadap Suharto dan keluarga serta kroninya. Belum lagi pembudakan dengan uang yang cukup kasat mata, anta ra lain melalui pengerahan massa bayaran, terutama preman, untuk mendukung dan melindungi Suharto. Bahkan ada yang secara terbuka menyatakan siap atau rela mati demi Suharto. Dan ada lagi kaum "intelek" yang kesorean mengenal istilah-istilah "hak asasi manusia" dan "rasa kemanusiaan". Kaum "intelek" ini nampaknya dengan sadar menempatkan diri mereka sebagai budak pembodohan rezim diktator Suharto. Atau juga menjadi budak uang haram?

Budak memang memiliki cuma kewajiban untuk patuh, tunduk dan melindungi tuannya.

Jakarta, 3 Oktober 2000

Gustaf Dupe
Koordinator KAP T/N

Back to Top