Home H o m eAktivitasPernyataanContact Us

E n g l i s h


H o m e
Organisasi
Kegiatan
Tujuan
Kontak
Activities
Album Fotos
B e r i t a
C a d a n g a n
Aneka - Ragam
Statements
Pernyataan 01
Pernyataan 02
Pernyataan 03
Pernyataan 04
Pernyataan 05
Statement 06
eMail

Pakorba
P a k o r b a

Surat terbuka kepada Presiden Abdurrahman Wahid

English Version

 
Kepada Yth.
Presiden Republik Indonesia
K.H. Abdurrahman Wahid
Jakarta
 
 
Dengan hormat,

Harapan rakyat Indonesia pada Anda untuk memimpin bangsa ini menuju Era Baru luar biasa tingginya ketika Anda terpilih secara demokratis oleh MPR tanggal 20 Oktober 1999 untuk menjadi Presiden. Pada kesempatan ini kami ingin mengingatkan Anda mengenai harapan rakyat tersebut yang antara lain disampaikan oleh Komite Aksi Pembebasan Tapol/Napol (KAP T/N) dalam pernyataan ucapan selamat tanggal 20 Oktober 1999 yang antara lain menyatakan: "Kami harapkan bahwa dengan terpilihnya Anda sebagai Presiden ke-4 Indonesia benar-benar akan membawa bangsa ini menuju Era Baru kehidupan berbangsa dan bernegara dimana seluruh warga negara yang majemuk dari berbagai aspek suku, etnik, agama dan kepercayaan dalam masyarakat kita ini dapat hidup dalam ketentraman, kerukunan dan kedamaian, dimana hukum dan hak asasi manusia dihormati dan dijunjung tinggi, dimana demokrasi benar-benar ditegakkan.

Kepercayaan dan kehormatan rakyat kepada Anda ini sekaligus juga merupakan beban dan tanggungjawab yang berat, terutama karena selama 34 tahun ini bangsa kita telah dihancurkan martabat dan moralitasnya oleh rezim Orde Baru Suharto dan Habibie. Kami sadari bahwa beban dan tanggungjawab ini membutuhkan waktu untuk ditanggulangi. Namun langkah-langkah untuk itu perlu segera diambil, karena waktu berjalan cukup cepat, sehingga kita sebagai bangsa dapat melangkah dengan penuh keyakinan akan dapat mengembalikan harga diri dan martabat kita dalam arena pergaulan internasional. Salah satu PR penting dalam kaitan ini adalah agenda Rekonsiliasi Nasional yang untuk itu menurut hemat kami harus dituntaskan masalah tapol/napol warisan rezim yang lalu. Penyelesaian masalah tapol/napol yang kami maksudkan disini bukan saja pembebasan para tapol/napol dari penjara melainkan yang lebih hakiki lagi adalah mengembalikan harkat dan martabat mereka sebagai warga negara Indonesia yang memiliki persamaan hak dan kewajiban di Bumi Pertiwi ini. Hak sipil dan politik semua mantan tapol/napol harus dipulihkan. Harta benda mereka yang dirampas harus dikembalikan. Pendek kata, kami sangat mengharapkan bahwa di bawah kepemimpinan Anda kebanggaan kita sebagai bangsa besar yang beradab dapat dipulihkan. Untuk itu rasa dan semangat persaudaraan harus dipulihkan. Mereka yang menciptakan rasa permusuhan dan bahkan kerusuhan antar sesama bangsa harus ditindak tegas. Supremasi hukum benar-benar harus mendapatkan perhatian serius".

Kini kita berada pada bulan Oktober 2000 yang berarti sudah satu tahun Anda menjadi Presiden ke-4 RI. Banyak perubahan sudah terjadi selama setahun ini dalam kehidupan sosial politik. Perubahan yang paling menyolok adalah kebebasan berekspresi yang nyaris tanpa rambu-rambu (moral dan etika). Misalnya Anda dihujat habis-habisan dari segala penjuru, baik hujatan yang masuk akal maupun yang tidak berakal sehat. Di era Orde Baru Suharto hal seperti ini adalah tabu berat. Jangankan dihujat, dianggap dihujat saja pintu penjara akan terbuka lebar bagi yang dianggap menghujat itu.

Ada 2 hal yang ingin kami angkat dalam surat ini yang kami mohon Anda menanggapi secara serius. Dua hal inipun bukan barang baru karena sudah termuat dalam surat KAP T/N tersebut di atas dan sudah berkali-kali pula kami angkat dalam berbagai forum.

Pertama, penuntasan masalah tapol/napol. Kami harap Anda tidak sependapat dengan segelintir masyarakat kita, termasuk sebagian pejabat negara dan politisi yang menganggap masalah tapol/napol sudah selesai karena semua tapol/napol korban Orde Baru sudah dibebaskan. Pembebasan dari penjara adalah langkah awal yang penting. Akan tetapi menurut hemat kami langkah-langkah berikutnya untuk menuntaskan masalah tapol/napol untuk menyembuhkan luka sejarah adalah jauh lebih penting kalau memang rekonsiliasi nasional dianggap penting dan bukan sekedar retorika basa basi. PR penting dalam konteks ini adalah :

  1. Pemulihan hak-hak sipil dan politik mantan tapol/napol secara utuh dan tanpa diskriminasi, khususnya terhadap tapol/napol kasus 1965, baik yang dituduh maupun yang sekedar diindikasikan. Jauh lebih banyak jumlah orang yang diindikasikan ketimbang yang dituduh. Tetapi semuanya menjadi korban yang tidak berdaya dari rezim Suharto.

  2. Rehabilitasi hak-hak perdata mereka, termasuk dan terutama hak pensiun karena uang pensiun itu adalah tabungan mereka sendiri untuk hari tuanya, dan hak veteran yang merupakan bukti historis keterlibatan mereka sebagai pelaku sejarah dalam perjuangan kemerdekaan bangsa.

  3. Penuntasan klarifikasi kasus-kasus politik rezim Orde baru. Beberapa kasus yang kini sedang dalam proses klarifikasi seperti kasus Priok dan kasus Sabtu Kelabu 27 Juli 1996 adalah karena tuntutan keras kelompok-kelompok korban yang bersangkutan yang memiliki akses kuat di podium legislatif dan eksekutif. Seharusnya Pemerintahan rezim transisi inilah yang mengambil prakarsa untuk klarifikasi semua kasus politik era Orde Baru itu.

  4. "Renaturalisasi" korban-korban politik Orde Baru yang terpaksa bermukim di luar negeri selama lebih dari 30 tahun sebagai orang-orang stateless atau terpaksa mengambil kewarganegaraan negara tuan rumah agar bisa hidup. Harkat dan martabat mereka sebagai orang Indonesia harus segera dipulihkan.

Penyelesaian masalah Rehabilitasi dan "Renaturalisasi" korban-korban politik rezim Orde Baru ini terbentur pada ketidakseriusan Pemerintah dalam penanganannya. Pemerintah nampak enggan menerbitkan perangkat hukum (entah Keppres atau Peraturan Pemerintah) sebagai landasan legal untuk penyelesaian hal-hal tersebut di atas. Menteri Kehakiman dan HAM barangkali sudah bosan dengan tuntutan-tuntutan yang berkali-kali kami alamatkan kepadanya. Tuntutan pencabutan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif dan yang menciptakan stigmatisasi dalam masyarakat seperti TAP MPRS 25/1966, Inmendagri No. 32/1981 juga belum digubris Pemerintah.

Kami minta Presiden menginstruksikan pembantu-pembantunya, Menkeh dan HAM, Mendagri dll untuk secara serius segera menangani hal ini.

Kedua, penegakan supremasi hukum. Persoalan-persoalan tersebut di atas adalah persoalan politik dan hukum yang bisa ditangani hanya apabila ada kemauan dan keputusan politik Pemerintah.

Penegakan supremasi hukum sangat penting untuk memulihkan citra dan martabat bangsa dan sekaligus juga mengangkat citra dan martabat Pemerintah di mata rakyat Indonesia sendiri maupun masyarakat internasional.

Hukum harus ditegakkan indiskriminatif karena sebagaimana semua insan sama dan sederajat di hadapan Tuhan, semua orang sama dan sederajat di hadapan hukum.

Proses hukum terhadap mantan Presiden Suharto dan keluarga serta kroninya nampak sangat diistimewakan. Padahal dalam perkara-perkara yang sedang digelar di Jakarta ini jelas terbukti dengan sangat meyakinkan bahwa Suharto dan Hutomo "Tommy" Mandala Putra adalah maling-maling kakap yang telah merugikan negara miliaran rupiah dan harus segera menjalani hukuman. Hakim dan jaksa seharusnya bisa menghadirkan Suharto di persidangan. Tommy Suharto seharusnya segera dimasukkan ke penjara Cipinang setelah vonis kasasi MA turun. Tetapi fakta berkata lain.

Tindakan main hakim sendiri yang marak dalam masyarakat dengan main bakar dan bantai terhadap maling yang tertangkap ataupun orang yang dicurigai sebagai maling adalah ekspresi dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum kita. Pada sisi lain Tommy Suharto yang sudah terbukti sebagai maling besar dan sudah divonis belum juga dijebloskan ke penjara. Bahkan dia minta grasi pada Presiden.

Adalah penghinaan yang sangat memalukan bagi rakyat Indonesia, bagi Pemerintah maupun bagi hukum Indonesia sendiri bila Presiden mengabulkan permohonan grasi Tommy Suharto ini. Oleh karena itu demi rasa keadilan rakyat dan penegakan supremasi hukum kami minta agar Anda segera menolak permohonan grasi Tommy Suharto itu.

Kami sarankan Anda, Presiden, untuk mengambil keputusan tegas bagi penegakan hukum di negeri ini, bagi demokratisasi kehidupan bermasyarakat bangsa ini. Kalau perlu, bentuklah Komite atau Komisi dengan keanggotaan yang mengikutsertakan LSM-LSM yang sudah terbukti memiliki integritas dan kepedulian yang tinggi bagi penegakan hukum dan hak asasi manusia di negeri ini, untuk membantu Anda. Opsi ini kami ketengahkan karena salah satu hambatan besar dalam proses demokratisasi dan penegakan hukum di negeri ini saat ini adalah aparat-aparat birokrasi sendiri yang lebih dari 90 % adalah aparat Orde Baru Suharto yang mendambakan dan berusaha mengembalikan kekuasaan status quo.

Jakarta, 4 Oktober 2000
 
Wassalam,
 
Gustaf Dupe
Koordinator

Back to Top