Home H o m eAktivitasPernyataanContact Us

E n g l i s h


H o m e
Organisasi
Kegiatan
Tujuan
Kontak
Activities
Album Fotos
B e r i t a
C a d a n g a n
Aneka - Ragam
Statements
Pernyataan 01
Pernyataan 02
Pernyataan 03
Pernyataan 04
Pernyataan 05
Statement 06
eMail

Pakorba
P a k o r b a

72 TAHUN SUMPAH PEMUDA

Renungan

Mengikuti berita-berita media massa hari-hari ini, baik media cetak maupun elektronik, kita terpaksa menjadi cemas. Bangsa besar ini nampaknya sedang berada di tebing jurang kehancuran. Kata disintegrasi menjadi sangat populer.

Tanggal 28 Oktober 1928 adalah moment yang sangat menentukan, bahkan paling menentukan bagi formasi satu nasion Indonesia. Pada hari itulah untuk pertama kali para pemuda dari berbagai suku bangsa yang menghuni Nusantara ini memproklamasikan sumpah mereka yang dikenal dalam sejarah perjuangan bangsa sebagai Sumpah Pemuda, pernyataan diri mereka sebagai Satu Bangsa yang memiliki Satu Bahasa dan menghuni Satu Nusa : INDONESIA. Pernyataan diri sebagai satu nasion ini tidak mengenal stigma apapun. Tidak ada minoritas-mayoritas.

Tidak ada stigma agama ataupun ideologi. Satu bangsa! Semuanya bersaudara sebangsa. Tujuh puluh dua tahun telah berlalu sejak hari bersejarah 28 Oktober 1928 itu. Beberapa zamanpun telah dilampaui oleh bangsa ini: zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang, zaman kemerdekaan yang mencakup beberapa era, era Negara Kesatuan RI I, era Republik Indonesia Serikat, era Republik Kesatuan II, termasuk era Demokrasi Terpimpin Sukarno, era Orde Baru Suharto-Habibie. Kini kita berada pada era Transisi menuju Demokrasi di bawah kepemimpinan Gus Dur-Megawati Soekarnoputri.

Perlu dicatat bahwa semangat dan jiwa (spirit) satu bangsa sangat kuat tertanam di sanubari anak bangsa sejak zaman penjajahan hingga era Demokrasi Terpimpin. Dan inilah yang menjadi modal utama bagi keberhasilan perebutan kemerdekaan di tahun 1945 maupun penumpasan gerakan-gerakan separatis seperti PRRI/Permesta.

Kita mencatat bahwa di era Orde Baru, rezim Suharto dengan sangat intensif dan intensional menanamkan dan memupuk bibit-bibit disintegrasi bangsa. Dimulai dengan penetapan/pemberlakuan secara yuridis formal stigma terhadap segolongan masyarakat yang tidak kecil jumlahnya yang dikategorikan sebagai anggota PKI tetapi yang sesungguhnya adalah pengikut dan pendukung setia Presiden Sukarno yang sangat nasionalis itu. Kemudian ditetapkan pula stigmatisasi berdasarkan agama seperti nampak dalam berbagai perangkat perundangan seperti UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, larangan bersilaturahmi pada hari-hari raya keagamaan dsb. Sambil menjalankan secara intensif kebijakan-kebijakan stigmatis dan diskriminatif yang sesungguhnya merupakan bibit disintegrasi itu, peng uasa rezim Orde Baru terus berkoar mengenai selaras-serasi dan persatuan-kesatuan yang sesungguhnya tidak lebih dari tameng untuk menutupi kebijakan-kebijakan stigmatis dan diskriminatif tersebut.

Seakan belum puas dengan stigma dan diskriminasi politik d an sosial budaya, penguasa rezim Orde Baru menstimulasi semangat disintegrasi teritorial melalui tindakan-tindakan militeristik seperti penetapan daerah operasi militer (DOM) yang sangat ampuh untuk membangkitkan semangat nasionalisme dari suku-suku bangs a yang ditindas secara militer dan politik itu. Rezim Orde Baru benar-benar merupakan pengkhianat besar terhadap jiwa dan semangat Sumpah Pemuda 1928. Kita masih menyaksikan di hari-hari ini situasi di Aceh dan Papua yang adalah problem warisan Orde Baru yang masih tetap panas di era transisi ini.

Kita patut prihatin bahwa bibit disintegrasi yang ditanam dan dipupuk oleh rezim Orde Baru Suharto itu bukan saja belum dapat dimusnahkan, melainkan justeru masih mampu mengancam integritas bangsa. Hal ini bisa terjadi karena Gerakan Reformasi 1928 tenggelam dalam euforia yang berkepanjangan sehingga lalai membersihkan lahan-lahan disintegrasi dan memusnahkan bibit-bibit yang masih berada di lahan-lahan tersebut. Sehingga walaupun Suharto sebagai diktator Orde Baru sudah lengser, bibit-bibit yang ditanamn ya masih bertumbuh dengan subur.

Dalam memperingati hari Sumpah Pemuda di tahun 2000 ini pertanyaan kita adalah: Mampukah Presiden Gus Dur dan Pemerintahnya bersama seluruh aparatnya mengembalikan mentalitas dan spirit Pemuda 1928? Jawabannya terpulang pada seluruh komponen bangsa, terut ama mereka yang dianggap atau menganggap dirinya tokoh bangsa. Sebagai bangsa, kita akan sangat prihatin kalau mereka-mereka ini ternyata merupakan bibit unggul yang ditanam oleh rezim Suharto. Rakyat akan bangkit melawan mereka.

Jakarta, 28 Oktober 2000

Gustaf Dupe
Koordinator KAP T/N

Back to Top